THREAT IDENTIFICATION & RISK ASSESMENT ( TIRA )
Kesalahan yang sering dilakukan oleh Penentu sistim pengamanan adalah tidak runtut dan cermatnya dalam pengumpulan data atau tidak adanya kerangka dasar dalam mengidentifikasi suatu area pengamanan.
Padahal seperti yang kita ketahui bersama, bahwa sistim pengamanan dibuat dengan dasar pengamatan yang bukan hanya pada akses pintu keluar masuk orang atau barang saja, tetapi lebih dari itu ada beberapa hal yang sangat mendasar dan sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu sistem pengamanan walaupun intangeble ( tidak kelihatan ).
Kekurang pahaman atau bahkan ketidak pedulian terhadap beberapa aspek tersebut akan menimbulkan ancaman ( threatmen ) dikemudian hari.
Beberapa aspek yang harus mendapatkan perhatian pada saat akan menentukan sistem yang tepat dalam bidang pengamanan adalah :
1. Environment threatment ( ancaman dari lingkungan sekitar )
2. Building & Fasility Threatment ( ancaman pada bangunan & fasilitasnya )
3. Activitas Bisnis Threadment ( ancaman pada aktifitas bisnis yang ada di area tsb )
4. Fraud Threatment ( ancaman kecurangan pada kebijakan yg ditetapkan)
Keempat hal tersebut merupakan landasan dasar atau bahan baku yang kemudian diolah untuk kemudian dianalisa menjadi sistem pengamanan yang berbasis pada Risk control menejemen.
Pengolahan landasan dasar ( basic security ) dapat dimulai dari mengidentifikasikan ancaman yang mungkin terjadi dari keempat aspek tersebut.
Biasanya aktifitas pencarian dan pengolahan data tersebut berada pada tahap Survey Lokasi.
. Evironment Threatment ( ancaman dari lingkungan sekitar )
1. Cara Pandang Masyarakat Sekitar Terhadap Aset
Cara pandang masyarakat sekitar terhadap aset (suatu area ), terkadang masih sangat terbawa oleh egosentris kepemilikan. Hal tersebut didasarkan pada teritorial lands, yang kemudian ditarik pada wilayah kekuasan / kewenangan tradisional.
Walaupun hal itu tidak rasional jika dipandang dari segi hukum, tetapi tidak dapat dipungkiri akan sangat merepotkan dalam hal intervensi.
Tekhnis penyampaian pendapat masih sering menggunakan cara konvensional yaitu dengan demo & intimidasi. Aspirasi mereka tidak jauh dari hal nafkah atau mata pencaharian. Masyarakat sekitar menginginkan bahwa dengan Aset di daerahnya dapat mengangkat tingkat sosial kehidupan mereka.
Permasalahan yang timbul dari cara pandang tersebut adalah :
1. Masyarakat lebih mengandalkan keegosentrisannya dari pada keprofesionalan kerja.
2. Adanya intervensi jika kebijakan yang diambil menejemen bergesekan dengan kepentingan masyarakat
3. Adanya aktifitas bisnis yang masuk ke internal gedung / aset, sehingga sangat sulit untuk penertibannya.
4. Adanya beberapa oknum masyarakat yang sering mengatasnamakan kepentingan masyarakat yang berujung pada intimidasi untuk kepentingan kelompok atau pribadi.
5. Adanya kekeliruan pemahaman dari beberapa oknum institusi sekitar mengenai kewenangan teritorial
.
Dari beberapa hal yang disampaikan diatas,maka dapat dikatakan sebagai Resiko Potensial.
1.2. Kepentingan Terhadap Aset
Jika melihat dari cara pandang masyarakat terhadap aset, maka sudah dapat dipastikan bahwa kepentingan masyarakat terhadap aset adalah sebagai sumber mata pencaharian untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Namun sering kali hal ini malah bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh pihak pengelola gedung. Jika kita cermati dari poin yang telah disebutkan diatas, bukan berarti pihak pengelola menolak kehadiran masyarakat, tetapi kecenderungan egosentris inilah yang sangat merepotkan pengelola jika dihadapkan pada ketertiban, penataan lokasi bisnis & profesionalisme kerja.
Dari aspek kepentingan ini dapat menimbulkan permasalahan yaitu :
1. Keapatisan masyarakat dalam mematuhi tata tertib.
2. Kecenderungan untuk tidak mematuhi penataan lokasi bisnis.
3. Kurang menganggap penting keprofesionalan kerja.
4. Memancing datangnya profesi yg melanggar hukum & norma-norma sosial.
Hal ini bisa dipahami karena mereka terdesak oleh kebutuhan hidup tanpa berfikir panjang. Sehingga dengan modal tekat & keahlian seadanya mereka berusaha untuk melibatkan diri pada aktivitas bisnis di Plaza Jambu Dua. Permasalahan tersebut akar dari segala ketidak tertiban Plaza Jambu Dua.
1.3. Sosial Budaya Setempat
Kehidupan masyarakat sekitar area bisa saja sangat Hiterogen. Hal ini timbul dari banyaknya pendatang yang tinggal sementara untuk bekerja atau mencari nafkah dengan cara lain ( khususnya di kota-kota besar )
Tentunya bisa dianalisa bahwa kecenderungan kecemburuan sosial sangatlah tinggi. Dengan demikian sangatlah mudah terjadi penghasutan masa, saat terjadi kondisi tidak menguntungkan.
Hal lain yang dapat menjadikan resiko potensial adalah terjadinya kelompok – kelompok yang mengatas namakan kesukuan, profesi & tingkat sosial, yang dapat memicu ketegangan bahkan kerusuhan yg akhirnya berdampak pada keamanan proses bisnis di area tersebut.
1.4. Militansi Religius
Pada suatu area pengamanan disuatu wilayah, bisa jadi merupakan basis salah satu agama terbesar di Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan aktifitas maupun persembunyian kelompok radikal yg mengatas namakan agama berada di situ. Apalagi jika ada salah satu tempat di area / aset tersebut terdapat brand / image negara sasaran dari kelompok tersebut.
Teror bisa saja terjadi, walaupun secara teori kelompok tersebut lebih memilih area bisnis kelas atas yg banyak WNA nya, tetapi perlu juga kita ingat, salah satu pernyataannya, bahwa korban yg diakibatkan oleh aksi mereka adalah resiko perjuangan & syahid. Apalagi jika sistim pengamanan buruk & ruang gerak mereka terjepit, maka sudah dapat dipastikan sasaran aksi teror jatuh pada pilihan area bisnis menengah kebawah.
Selain dari masalah tersebut, solidaritas religius masih merupakan senjata yg ampuh untuk memprofokasi massa jika terjadi gesekan kebijakan antara pengelola gedung & masyarakat sekitarnya.
Sudah dapat dipastikan jika hal ini terjadi akan berdampak buruk bagi citra Menejemen Klien.
Kamis, 18 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar