Gegana
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gegana
Personel Gegana Brimob bersenapan serbu Steyr dalam latih tempur CQB.
Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).
Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon atau pun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.
Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.
Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.
Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.
Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu kendaraan taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.
Dengan merosotnya pamor Amerika Serikat di dunia, pemerintah Amerika berupaya untuk menggalang dukungan politis dari berbagai negara Asia. Salah satu cara Amerika Serikat mencari dukungan ke Indonesia adalah dengan kerjasama anti terror yang meningkat antara kedua belah pihak. Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti dari Densus-88 semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue team)Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88 juga sama dengan pasukan FBI. Contoh peralatan yang sama adalah senapan serbu AR-15 dengan M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB) Ladder entry teknik, kevlar helmet dll. Sampai saat ini Densus-88 berkonsentrasi untuk pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif berkemampuan tempur rendah, sementara pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat dan pembebasan presiden dari penyanderaan masih ditangani oleh unsur TNI. Adapun topik pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah satu topik pembicaraan hangat di Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai pembagian tugas didalam pelaksanaan counter terror. POLRI memang telah mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam negeri, tetapi para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar (FBI dan Australian Federal Police) sehingga para pengamat merasa sangat lebih baik bila POLRI bergabung bersama TNI daripada menerima bantuan dari pihak luar. Sementara itu para pengamat juga merasa bahwa pihak luar melakukan "quota" dari segi ilmu yang dibagi kepada Densus-88, salah satu cntoh adalah ditolaknya program pengembangan penembak runduk/jitu Brimob oleh markas FBI di Washington DC dengan alasan bahwa ilmu penembak jitu jarak jauh dapat di aplikasikan sebagai alat pelanggar hak asasi manusia (Opressive force)
Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.
Sabtu, 20 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar